Sumber
:
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/20/082305/991245/471/mengapa-fisika-sulit
20 Agustus 2008
Bayu Sapta Hari
Sukma
Jaya Depok
Sebelum kita sampai ke pertanyaan ini mari kita bayangkan apa
jawaban siswa SMA saat ada yang bertanya: Apa pelajaran yang paling dibenci di
sekolah? Ya, sebagian besar dari siswa tersebut pasti akan menjawab secara
spontan dan serempak: Fisika!
Kalau Anda tidak percaya coba kita ingat-ingat kembali
bagaimana kita dulu ketika sekolah menghadapi pelajaran fisika. Pasti yang kita
alami adalah kisah sedih di hari Minggu (eh salah!) maksudnya tidak
menyenangkan. Ingatan kita tentang fisika selalu dipenuhi dengan duka dan sedih
(nggak ada senangnya sama sekali!).
Ada
yang gurunya galak. Ada yang gurunya cuek, sering bolos, dihukum guru karena
nggak ngerjain PR, dan lain-lain. Begitu bukan (hayo ngaku aja deh!). Jadi,
pertanyaan di atas: "mengapa mereka tidak suka (benci) pelajaran
fisika?" Memang pantas dikemukakan dan dianalisis.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa pelajaran fisika adalah salah satu pelajaran yang paling
dihindari di sekolah. Khususnya tingkat SMA. Banyak kisah-kisah yang tidak
menyenangkan yang terjadi saat menjalani pelajaran fisika di sekolah
sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Keadaan ini sungguh ironis mengingat
ilmu fisika adalah salah satu ilmu yang harus dikuasai bagi mereka yang ingin
kuliah di perguruan tinggi dalam bidang eksakta (bidang MIPA, kedokteran,
teknik, dan ilmu komputer).
Coba
kita bayangkan bagaimana sulitnya mahasiswa yang mengambil kuliah di bidang
eksakta. Mereka sangat tidak menguasai pelajaran fisika di bangku SMA hanya
karena hal-hal yang tidak menyenangkan saat belajar fisika di SMA. Bukankah ini
sesuatu yang sangat merugikan?
Selama
ini kita juga tidak pernah mau mengakui bahwa pelajaran fisika di SMA adalah
sulit. Kita selalu mengatakan tidak ada pelajaran yang sulit kalau pelajaran
tersebut dipelajari dengan rajin dan sungguh-sungguh tanpa pernah mau melihat
bagaimana sulitnya siswa SMA mempelajari dan memahami pelajaran fisika di
sekolah. Bisa jadi karena sulitnya memahami fisika itulah yang menyebabkan
mereka membenci pelajaran fisika.
Sekarang,
coba kita tengok buku pelajaran fisika yang dipakai oleh anak SMA sebagai
sarana memahami pelajaran fisika. Walaupun penampilan fisik buku pelajaran itu
sangat menarik tetapi tidak demikian halnya dengan isinya. Apabila kita
terkagum-kagum dengan penampilan buku itu jangan kaget kalau Anda tidak akan
mampu berlama-lama membaca buku fisika itu karena susahnya dan tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan kehidupan sehari-hari.
Tanpa
kita sadari kita telah membiarkan siswa SMA mempelajari pelajaran fisika yang
sulit itu. Di sini kita juga perlu pahami juga bahwa mereka tidak hanya belajar
pelajaran fisika saja. Tetapi, mereka juga harus belajar pelajaran lain yang
tingkat kesulitannya tidak kalah dengan pelajaran fisika seperti
matematika.
Pernahkah
kita bayangkan bagaimana sulitnya hal ini? Bukankah ini sama halnya dengan
membiarkan mereka. Atau bahkan memaksa mereka menelan sesuatu yang keras dan
pahit yang mereka sulit untuk menelannya?
Berdasarkan
pengalaman penulis yang selama ini menggeluti pendidikan fisika ada dua faktor
yang bisa dikemukakan berkaitan dengan pertanyaan sebagai judul tulisan ini.
Guru dan kurikulum fisika di sekolah.
Guru
Sebagai Ujung Tombak
Kita
harus berani mengakui bahwa guru berperan besar dalam menjadikan pelajaran
fisika sulit dan tidak menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Fakta ini
didukung oleh pendapat banyak siswa sekolah yang pernah penulis temui.
Dari
pengalaman siswa tersebut penulis mendapati banyak guru fisika yang tidak punya
motivasi dan semangat untuk mengajar pelajaran fisika. Entah karena malas atau
kurang menguasai materi pelajaran, sering guru tidak hadir di kelas dan
kalaupun hadir tidak memberikan pelajaran sesuai dengan waktu yang
tersedia.
Sering
waktu pelajaran di kelas diisi dengan mencatat ataupun mengerjakan tugas tanpa
siswa diberi wawasan secukupnya tentang materi tersebut. Ini bisa jadi terjadi
pada semua pelajaran bukan hanya pelajaran fisika saja.
Ada
juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya menguasai
materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau
membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa
telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari
materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang
berkaitan dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh
guru?).
Guru
yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang
memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan
dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga
guru akan lebih leluasa mengajarkan materi pelajaran.
Tetapi,
sikap ini malah menambah kebencian siswa kepada guru sekaligus juga terhadap
pelajarannya. Menurut pengamatan penulis kebanyakan guru yang mengajar fisika
dianggap sebagai guru killer karena galak dan memanfaatkan otoritasnya untuk
mendapatkan perhatian siswa.
Ini
adalah salah satu alasan kenapa pelajaran fisika tidak disukai. Apakah seperti
ini sikap guru yang sesungguhnya?
Wajar
saja kalau pelajaran fisika dianggap sulit. Lha wong gurunya saja tidak pernah
memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah ketimbang mengajar.
Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari guru? Padahal
guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan
membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.
Berdasarkan
pengalaman penulis sebenarnya banyak cara, metode, dan sarana yang bisa
dijadikan bahan dalam mengajarkan materi fisika sehingga dapat menjadi lebih
mudah. Sebagai contoh ketika mengajarkan materi termodinamika. Seorang guru
dapat menganalogikan hukum termodinamika I dengan krupuk yang sedang
digoreng.
Krupuk
yang digoreng (diberi panas) akan mengalami perubahan volume (membesar) dan
kenaikan suhu. Ini sesuai dengan hukum termodinamika I bahwa Q = "916;U +
P."916;V (panas Q mengakibatkan kenaikan suhu (energi dalam) "916;U
dan pertambahan volume P."916;V). Bukankah cara ini lebih efektif? Dan
banyak lagi contoh yang bisa dipakai.
Tidak
pantas bagi seorang guru yang membiarkan siswanya tidak mendapat tambahan
pengetahuan. Dan, kebanggaan bagi guru yang mampu menanamkan pengetahuan kepada
siswanya dan pengetahuan itu bermanfaat bagi kehidupan di masa yang akan
datang.
Jadi,
kepada guru fisika marilah kita perbaiki sikap dan metode pengajaran yang
selama ini kita jalankan dalam mengajarkan fisika. Dengan memperbaiki sikap dan
metode pengajaran kita adalah salah satu jalan untuk membuat pelajaran fisika
itu lebih disenangi dan mudah bagi siswa.
Kurikulum
Sebagai Pedoman (Kitab Suci)
Tidak
salah lagi. Kurikulum adalah salah satu penyebab pelajaran fisika menjadi
sangat sulit dan karenanya kurang disukai siswa. Kurikulum fisika yang ada
tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah menengah.
Karena
menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan
terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas
dan siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika,
biologi, kimia, agama, ekonomi, sejarah, dan lain-lain. Jadi, sangat tidak
bijak apabila siswa dipaksakan (dijejali) untuk memahami semua materi yang ada
di kurikulum.
Materi
yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail
yang masih perlu dipertanyakan. Haruskah materi ini diajarkan pada tingkat
sekolah menengah.
Perubahan
kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika. Hanya
mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak
pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada
tingkat sekolah menengah.
Pelajaran
fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah seharusnya
dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang
menggondol medali emas olimpiade fisika?).
Kurikulum
yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu.
Sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum.
Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa. Tidak hanya
oleh segelintir siswa yang pintar saja.
Berdasarkan
pengalaman penulis untuk menjelaskan satu bagian (misalnya hukum termodinamika
I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan belum tentu bisa dipahami oleh
semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak
cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam
kurikulum.
Akan
tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah
bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam
kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan
siswa.
Menurut
pandangan penulis pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat membantu
memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran
fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara
detil sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum
tersebut tanpa siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Bisa
dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa kurang berminat
mempelajarinya. Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh
ketersedian buku sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di
sekolah. Ya, harus diakui bahwa buku pelajaran adalah salah satu elemen penting
dalam proses pendidikan di sekolah tak terkecuali dalam pelajaran fisika.
Di
atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai pengantar memahami pelajaran
fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti penulisnya yang salah
ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab.
Penulis
maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang
terbaru (kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak
sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)
tidak akan laku dijual.
Buku
yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah
terperangkap dalam bisnis semata. Seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan.
Praktik bisnis ini membuat tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang
lepas dari pakem dan belenggu kurikulum sehingga buku tersebut bisa lebih
membumi dan mudah dipahami.
Salah
satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika
menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar
kelulusan. Pelajaran fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat
dieksplorasi menjadi lebih menarik terbentur oleh batasan-batasan standar ujian
nasional.
Dengan
adanya batasan-batasan ini guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya
hanya pada materi yang diprediksi akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang
dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan oleh pembahasan soal-soal untuk
menghadapi UN.
Keindahan
ilmu dan penerapan fisika serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana
menyelesaikan soal UN dengan benar.
Tentu
saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini. Tapi, apa
boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe (mau ditaruh di mana muka gue
kalo ngga lulus UN!).
Dengan
argumen yang telah dipaparkan di atas akankah kita diam saja membiarkan praktik
semacam ini berlangsung terus? Penulis yakin apabila pelajaran fisika bisa
diarahkan agar lebih membumi dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari akan lebih mudah untuk memahami pelajaran fisika.
Dengan
demikian guru juga lebih mudah untuk mengajarkan pelajaran fisika kepada siswa.
Dan, pada saat itu tidak akan ada lagi ungkapan bahwa fisika itu sulit.
Dan,
karena ilmu fisika merupakan ilmu dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi usaha untuk menjadikan fisika lebih familiar dan
akrab buat siswa adalah langkah strategis. Diperlukan usaha yang terpadu dan
sungguh-sungguh dalam langkah strategis ini yang meliputi pembenahan guru dan
kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar